Aku
Karen. Aku baru saja putus dengan pacarku. Aku begitu patah hati. Aku
memutuskan berlibur ke Bandung kira-kira dua hari. Dan hari liburku dimulai
dari hari ini.
Aku baru
saja turun dari bus yang mengantarku Jakarta-Bandung. Aku mulai merasakan haus dan
lapar yang mulai menggerogoti tenagaku. Aku butuh makan, sekarang juga.
Sudah
menjadi kebiasanku, untuk mengecek uang yang ada sebelum pergi membeli sesuatu.
Dan aku mendampati dompetku hilang dan uang yang tersisa di kantongku hanya
sepuluh ribu. Aku benar-benar depresi kehilangan dompetku. Aku lapar. Rasa
laparku tidak bisa memberikan toleransi.
Mataku
mulai berair. Aku tidak bisa membayangkan tinggal di Bandung tiga hari tanpa
dompet dan sanak keluarga. Sekarang uangku hanya tinggal sepuluh ribu, dan
sepuluh ribu itu harus di hemat sampai hari Minggu nanti.
Aku
akhirnya tidak jadi makan, dan malah meneruskan perjalananku. Mataku masih
berair. Aku terus berjalan kaki, karena uangku tidak cukup untuk naik
transportasi.
Setelah
setengah jam penuh berjalan aku berhenti di sebuah taman sejenak untuk duduk.
Semua bangku taman hampir penuh, tapi ada sebuah bangku yang baru terisi
seorang anak kecil saja. Bagai melihat baju bermerek yang discount, aku segera
berlari untuk mendapatkannya dan aku lah orang yang beruntuk mendapat bangku
kosong itu. Horee.
Aku
mendengar isak tangis. “Siapa yang nangis?”, lirihku. Aku melihat ke kananku,
dan ternyata anak kecil yang duduk di sampingku sedang menangis.
Aku
merapatkan diri ke arahnya. “Kenapa nangis dik?”
“Aku mau
balon itu, tapi kak Gheo masih di kamar mandi..”
Aku
tidak tega melihat adik kecil yang imut ini. Aku pun menggunakan uang terlakhir
ku untuk membeli dua buah balon sekaligus yang gila, harganya mahal banget,
lima ribu satu.
“Nah,
untuk kamu dik...”, aku menyodorkan dua buah balon berwarna kuning dan merah.
Aku menghapus air matanya dengan sapu tanganku. “Jangan nangis lagi ya..”. Anak
kecil itu mengangguk lugu. Manisnya.
Aku pun
langsung akrab dengan adik itu. Namanya Popy, nama yang lucu. Aku besenda gurau
dengan Popy. Tertawa bersama.
Lalu,
datanglah kakak Popy. Yang bernama Gheo.
“Hei,
kamu siapa?”, tanyanya ketus. “Popy, kemari!”
“Kak,
dia temen Popy..Dia yang nemenin Popy waktu kakak ke toilet.”
“Jangan-jangan
dia penculik lagi!”
“PENCULIK?
Apa maksud kamu sih? Seenaknya saja bilang orang penculik!!”, sambungku ketus.
Menyebalkan sekali si Gheo ini. Aku segera membuang wajahku.
“Kak,
dengerin cerita Popy dulu!”, Popy menarik kemeja Gheo, tanda diminta untuk
digendong.Gheo pun menggendong Popy. Popy bercerita langsung ke telinga Gheo.
“Maafin
aku..”, Gheo menyodorkan tanganya. Aku menyambutnya masih dengan wajah kesal.
Wajah Gheo juga menunjukkan wajah yang kesal.
Aku bisa
melihat Popy menyikut kakaknya sehingga kakaknya berkata, “MM...sebagai permohonan
maaf, biarkan aku dan popy ngantarin kamu.”
Sebenarnya
aku butuh hal lain dari pada sebuah tumpangan kendaraan. Aku butuh tumpangan
tempat tinggal. Eh..??!Aku memberanikan diriku mengutarakannya.
“Apa
boleh aku minta bantuan kalian dalam hal lain?”, tanyaku hati-hati.
Popy
kembali menyikut kakaknya.”Hmm, katakanlah.”
Aku
langsung menuturkan cerita aku kehilangan dompet dan tidak mempunyai saudara di
Bandung. Setelah itu aku langsung jujur jika aku memputuhkan tumpangan tempat
tinggal. Menurutku sih Popy terlihat begitu antusias mendengarkannya. Aku
berharap-harap cemas agar permintaanku di kabulkan oleh Popy dan kakaknya.
“Ayo
kita tolong dia kak..”
“EH???”
“Kak
Karen, ayo naik mobil kami!!”
Popy
menarik tanganku dan juga tangan Gheo. Aku tersenyum bahagia. Thanks God. Dan sekarang masalahnya
cuman satu, meluluhkan hati Gheo.
**
“Ini
rumah Popy kak!”
Akhirnya
aku sampai dirumah Popy dan Gheo. Gheo masih menunjukkan wajah ketus. Aku jadi
meras sedikit tidak enak pada Gheo. “Gheo, makasih ya pertolongan elo, dan jangn mikir yang buruk-buruk tentang gue. Gue
disini bukan untuk menjadi penculik atau hal buruk lainnya..”, jelasku. Gheo mengacangiku dan
pergi membuka pintu rumah.
“Masuk.”, ucapnya. Popy begitu antusias, sehingga popy masuk terlebih dahulu.
Dan sekarang gilirian gue masuk. “elo! Awas elo macam-macam disini!, cepet masuk”,cegat Gheo sebelum aku masuk.
“Thanks!!”, ucapku. Akhirnya hatinya luluh. Dengan spontan aku memeluknya. “Gheo, kalau seandainya ada kesempatan kita berjumpa lagi, gue bakal ngabulin sebuah permintaan elo. Dan gue disini malam ini aja kok, besok mama gue jemput gue di Bandung..”
“I take your promise!”, ucapnya masih sedikit ketus. Ya, possitive thinking aja Mungkin Gheo emang orang yang ketus. Hihi..
**
“Pop,
apa kakakmu emang ketus gitu ya?”
“Gak..ada sejarahnya lho kak Karen..”
“Apaan?”, tanyaku antusias.
“Kakak bakal Popy kasih tahu kalo waktunya udah pas.”
“Yaelah..Hmm..kalau gitu makanan favorit kakak kamu apa?”
“Nasi goreng pake udang”
“Hmm, di kulkas kamu ada bahan-bahannyakan? Sebagai rasa terima kasih kakak mau masakin kakak kamu, boleh kan?”
“YA, tentu saja kak Karen cantik..”
Popy mengantarku ke dapur. Kamu berdua pun mulai memasak dengan bahagia.
**
Kuakui
wangi masakkanku mulai menyeruak ke sepenjuru rumah Popy. Nasi goreng udang ala
chef Karen sudah jadi.
“Apaan tuh?”
Orang yang sudah ditunggu-tunggu pun muncul. Aku menyambutnya dengan senyuman yang manis. “Ini nasi goreng udang, ayo makan!”, ajakku dengan nada yang aku kontrol agar tidak ikut ketus dengan nada suaranya.
“Jadi elo yang masak? Ih..ntar elo masukin racun?!”,Gheo mengernyitkan dahinya dan membuat isyarat
tangan yang menyatakan dirinya ogah untuk makan.
“Apaan sih Gheo, Cemana bisa elo hidup bahagia, elo aja gak bisa menerima kebaikkan orang!!”, nasihatku.
“Coba aja deh kak, pasti enak, dan nggak ada racunnya, kan Popy juga ikut masak!”, tambah Popy.
“Gheo, coba deh, nih Aaaa!”
Karena sangking kesal melihat Gheo, aku langsung menyuapinya dengan sesendok penuh nasi goreng. “Cepetan makan!”. Mau tidak mau Gheo pun melahapnya. Wajahnya terlihat sedang menerka-nerka rasa masakanku.
“Enakkan!!”, celotehku. Gheo mengangguk kecil. “Eitss, dengan cara apa loe mampu menggaransi nasi goreng udang ini aman dikonsumsi?”
“Yaudah kita makan bareng-bareng aja, jadi kalo ada racun kita bertiga bakal sakit sama-sama!”
Aku
mengedipkan mata kananku. Aku pun mulai menuang nasi goreng ke atas piringku
sendiri. “Ayo makan!!!”
**
Bandung
saat jam dua belas siang ini masih saja tetap panas. Popy sekarang sedang tidur
siang. Tanpa kusadari aku sudah berada di Bandung sekitar tiga jam lebih.
Pikiranku melayang mengingat Henry, mantan pacarku yang bisa dibilang kurang
ajar itu. Aku sudah tidak tahu kabar Henry lagi, apalagi saat ke Bandung aku
memutuskan untuk mematikan blacberry-ku.
“Henry..”
Aku tenggelam dalam momen –momen hangat dengannya. Sebelum jauh tenggelam dalam momen-momen itu, pikiranku akhirnya dikacaukan oleh bunyi kran air.Aku mulai mengikuti sumber suara itu.
“Eh Gheo, lagi ngapain?”, tanyaku. Ternyata sumber suara itu berasal dari garasi mobil Gheo.
“Elo gak liat apa? Jelas-jelas kalo udah ada air sama sikat dan sabun berarti mau nyuci mobil, pake tanya lagi!!”
“Ih..sewot amat sih!! Mmm...Boleh gue bantu kan?”
“Mendingan elo tidur aja gih!”
“Elo jadi orang ketus banget, dibantuin salah, udah deh sini selangnya!!”
Aku berjalan kearahnya dan mengambil selangnya. Aku tersenyum jahil menatapnya. “Mau gak mau , elo harus terima bantuan gue!!”
Kami pun menyuci mobil bersama-sama. Beberapa kali aku jahil menyipratkan air kewajahnya. Dia malah menatapku dengan wajah ketus, dan dilanjutkan dengan senyum tipis yang menunjukkan kebahagian dan kehangatan dari dirinya.
“Kalo dibantukan jadi cepet siap sih!!!”
“Iya, dan baju gue basah semua..”
“Maaf..hahaha....”
Kali ini aku merasakan jika sisi ketus Gheo hanya merupakan tameng untuk melindungi kehangatan dirinya. Dan aku juga baru menyadari kalau Gheo cukup manis walau tidak semanis Henry.
**
Popy
masih tidur. Aku tidak mempunyai teman. Disaat begini kenanganku dengan Henry
mulai menyelimuti diriku. Aku terperangkap lagi dan lagi.
“Karen, I promise you, I will always love you...”
“Are you sure?”
“Yes.. You’re the only one that I always love ..”
“I Love you so much Henry...”
Kata-kata itu terngiang-ngiang di otakku. Tanpa sadar aku mulai menitikkan air mata. Aku mungkin perempuan yang bodoh, kenapa menangis untuk pria jahat seperti Henry. Henry telah menghianatiku, begitu pula sahabatku.
“Karen...e..e..elo nangis?”
Suara Gheo mengagetkanku.Aku segera menghapus air mataku. “hmm..Gheo..udah siap mandinya...” Aku berusaha tersenyum menyembunyikan tangisanku. Ruang tamu Gheo terasa sangat hening. Hanya ada aku dan Gheo.
Gheo mengangguk kecil, lalu ia mengambil posisi duduk di samping kananku. Aku berusaha menahan isakan tangisku, tapi hal tersebut sulit sekali.
“Tujuan elo ke Bandung apa?”, tanya lagi.
“Jalan..jalan.”
“Bukan, elo bohong. Elo punya masalah apa sampe harus ke kabur ke Bandung segala? Apa pacar?”, tanyanya hati-hati. Aku mengiyakan dengan anggukan.
“Dasar Karen ! Elo ke Bandung buat have fun, jangan nangis.. Mmm, mendingan kita jalan-jalan aja!”, tawarnya. Tawarannya membuat aku tak percaya. Aku tersenyum lembut. “Gue gak mau nyusahin elo sama Popy, gue disin cuman numpang, duit gue udah abis Gheo..”
“Elo gak nyusahin kok, anggap aja tawaran gue sebagai upah nyuci mobil dan sarapan nasi goreng udang?”
Gheo
mengangkat sebelah alisnya. Aku baru menyadari dia tampan, aku juga menyadari
dia udah nggak terlalu ketus sebelumnya. Aku tersenyum tanpa sadar. “Hmm,
alright!, gue bangunin Popy ya!”
**
“Trans
studio?!”, pekikku. Aku tak menyangka Gheo bakal ngajak aku kesini. “Ghe..dua
jam lagi trans studio juga udah tutup, ngapain ngajak gue kesini?”
“Have fun,”jawabnya enteng.
“Udah deh kak Karen cantik, kita langsung main aja!!”
Tangan kecil Popy mulai menarik-narik tanganku. “Stop crying ok?”, bisik Gheo saat berjalan mendahuluiku. Aku sadar wajahku pasti memerah. Buat Henry, dua jam kedepan elo gak bakal ada di otak gue. Aku tersenyum sangat-sangat bahagia.
**
“Seru
kan kak Karen cantik?”, tanya Popy. Aku mengangguk setuju. Aku melirik kearah
Gheo. Gheo makasih ya..
“Mm, setengah jam lagi trans studio bakal tutup,jadi mau kemana lagi?”, tanya Gheo.
“Hmm, ke toko sovenir aja kak!”
“Ok, Popyku!”
**
“Kak
Popy mau beli ini semua!”, sahut Popy sambil menunjukkan keranjang belanjanya.
Aku hanya bisa menahan nafsuku untuk membeli sesuatu. Akukan tidak punya uang.
Popy kembali asyik memilih-milih souvenir. Sekarang hanya tinggal aku dan gheo. Aku pun mengikuti jejak
Popy, untuk melihat-lihat etalase toko. Matakupun menangkap sinyal barang unik dan lucu. Mataku berhenti di depan gantungan kunci bergambarkan penguin. Gantungan kunci pasangan ini lucu banget, batinku.
“Kak Karen, bantuin Popy milih dong!!”, panggil Popy.Aku segera mengurungkan niatku dan pergi meninggalkan gantungan kunci lucu itu. Mungkin butuh waktu beberapa bulan lagi buat aku bisa balik ke trans studio dan memilikinya.
**
Malam
“Gue capek..Eh, Karen pijatin dong kaki gue..”
Gheo menjulurkan kakinya ke arah aku yang sedang merebahkan diri di ruang nonton tv. Aku melihatnya ketus, tapi karena dia udah berjasa menyelamatkan hidupku aku pun meraih kakinya. “Yaudah duduk lah!!”, ucapku setengah jengkel.
“Yang benar ya Karen!!”, ucapnya ketus.
Aku mengeluarkan seluruh kekuatanku untuk memijit kakinya sehingga dia berteriak. “KARENN!!”. Aklu tertawa terbahak-bahak. Gheo menunjukkan wajah yang kesal.
“Elo gak cocok jadi tukang pijat.”
“Nah, sekarang elo udah tau kan? Jadi jangan suruh gue buat mijat lagi ya!!”. Aku menjulurkan lidah kearahnya.
“Dasar cewek aneh!!”
**
Sekarang
sudah jam sepuluh. Popy sudah tidur dengan lelap. Tapi aku belum. Akupun
menjelajahi rumah mereka seenakku saja.
“lala...lala..”, nyanyiku untuk menghibur diri.
“em..eh, ruang apaan ini? Piano?”
Aku membuka lebar pintu ruangan itu. Aku menyalakan lampunya. Piano cokelat besar berdiri kokoh di tengah ruangan itu. “Gheo, gue pinjem piano elo ya..”
Aku melakukan pemanasan tangan. Setelah merasa cukup aku mulai mengetes not-not piano. Masih
bagus.Aku teringat secuplikan memoriku dengan Henri saat Henri mengajariku bermain piano, dengan lagu fur elise.
Aku mulai memainkan nada fur elise. Satu-demi satu not membawaku kemomen-momen bersama Henri. Tertawa bersama Henri, tersenyum bersama Henri. Semua kenangan itu mulai menyelilmutiku.
Aku menangis
lagi dan lagi.
“Masih nangis?”
Suara Gheo membuatku berhenti memainkan piano. Sekarang, aku sibuk menutupi wajahku dengan tangan mungilku. Isakan tangisku semakin besar.
“Karen..”
Gheo mendekatiku dan memelukku. “Berbagilah kesedihan denganku.”
Aku menerima pelukkannya. Aku menangis dan membasahi kaosnya. “Mana Karen yang ceria? Mana Karen yang bahagia? Karen...Kamu jangan nangis lagi..”, lirihnya. Tangan Gheo mulai mengeleus rambut-rambutku.Aku bisa merasakan sisi kehangatan Gheo seutuhnya.
“Kenapa kamu gak bisa move on? Kenapa? Disini kan ada aku...”, ucapnya. Hal ini sontak membuatku kaget. “disini kan juga ada Popy..”, tambahnya.
“Gheo..ini gak semudah yang kamu bayangkan.”
“Ren, please back to normal. Aku mau lihat Karen yang ceria.”
“Gheo..”
“Ren, kalo kamu gak bisa move on, setidaknya kamu berbagi kesedihan sama aku.. cerita semua..”
Aku
berusaha mengatur napasku. Aku mulai bercerita sedetail-detailnya.
“Henri udah menghianati kamu...kamu gak boleh sedih-sedih lagi.”
“Gimana caranya?”
“Hm..tiap kamu sedih, inget aja momen disaat kita bertiga bersama..”
“I will try..”
“Hmm, aku punya sesuatu buat kamu.”
Gheo
menyodorkan aku sepasang gantungan kunci yang aku incar di trans studio. Aku begitu
terkagum-kagum. “Gheo?”
“Bilang terima kasih ..”, ucapnya dengan gayanya, ketus.
“Gheo, makasih banyak..”
“Mending kamu tidur, besokkan mau ke Jakarta..Ntar kamu lelah lagi!”
Gheo mulai berjalan keluar. “Mm, ghea.”
“Ya?”
“Awas kalo kamu gak matikan lampu!!!”
Suara ketusnya menggema di seluruh ruangan.Aku tersenyum saja mendengarnya. Dasar Gheo.
**
“Apa kakak Karen cantik harus pergi hari ini juga?”
Aku menatap wajah polos Popy. Kalau dilihat-lihat Popy jauh berbeda dari Gheo. “Iya, kakak harus pulang hari ini juga..Ntar mama kakak jemput di BSM.”
“Yah...Popy kan masih mau main sama kakak..”
**
“Maaf ya
Karen, gue gak bisa nunggui sampe mama loe jemput. Gue ada kuliahan hari ini.”
“Gak masalah kok. Mmm, Gheo thanks ya..”
Gheo melambaikan tangannya. “jangan nangis lagi ya? It hurts..” Gheo pergi.
It Hurts? Aku tidak bisa memahami maksud Gheo. Maksud perkataan Gheo apa kalau aku nangis menyakitkan diriku sendiri atau menyakitkannya? Dadaku berdegup kencang memikirkannya. Dua hal yang bisa aku ambil dari perjalanan ke Bandung ini. Pertama, aku gak bakal nangis karena henri, karena setiap nangis karena Henri, aku tinggal memutar ulang memori saat aku, Gheo dan Popy bersama. Kedua, aku gak bakal ngelupain Gheo dan Popy.
**
Sepulang
dari Bandung aku sudah bisa mengontrol emosiku dengan Henry dan sahabatku. Aku
sekarang malah rindu dengan tatapan ketus Gheo, dan wajah imut Popy.
I miss them.
**
Sudah
sebulan aku tidak berjumpa Gheo dan Poppy. Degup jantungku menjadi tidak
karuan saat memikirkan Gheo. Aku tidak
tahu apa yang terjadi padaku.
I miss You, Gheo..
Sekarang,
aku berada di Mangga dua square. Aku berjalan lemas mengelilingi mall.
“Karen!!”
Suara
itu, suara yang sudah lama aku dengar. Aku benar-benar merindukannya. “Gheo!!”.
Aku berlari menghampiri Gheo dan memelukknya. “Gheo, kamu tahu gak, aku
benar-benar merindukanmu.”
“Aku juga
Ren..”
“Popy
mana?”
“With
her mom.”
“mm,
kita makan yuk? Kali ini aku yang traktir. Soalnya aku udah punya dompet baru!!”
“Hmm
boleh..”
**
“Sudah bisa
melupakan Henri?”
“Hmm ya..”
“Kenapa?”
“Kok malah tanya?, bukannya kamu yang nyuruh aku ngelupain..”, aku menatapnya ketus. “Dasar Gheo aneh.”
“Mana tau kamu punya alasan lain, ntah mungkin cowok baru?”
“Gimana bisa aku punya cowok baru, kalo pikiranku hanya tertuju ke Kamu..”, ucapku spontan.
Uppss..Aku menutup mulutku.
“Karen, kamu masih punya janji sama aku.”
“Apaan?”, ucapku dengan wajah yang memerah.
“Kamu bakal ngabulin satu permintaanku.”
“Oh, yang itu.. Aku pasti bakal nepatin kok.”
“Permintaanku, ...Mau kah kamu jadi pacarku?”, Gheo melembutkan raut wajahnya. “Ya, aku tahu ini terdengar aneh,baru saja kita bertemu lagi dan aku malah menembakmu.”
“Gheo, ini bukan hal yang aneh. Of course Aku mau..”, ucapku sambil menutup wajahku yang merah padam.
“Gheo, kamu tahu, kamu gak perlu menembakku dengan atas nama janjiku padamu, karena aku bakal setuju kalau kamu ngajak aku jadi pacar kamu dengan cara apapun.”
“Aku cuman jaga-jaga, mana tau, aku gagal..Hehe.. Aku takut kamu malah gak suka aku.”
“Gheo, really, I love you so much , sejak sebulan yang lalu.”
“I love you Karen.”
Aku menyadarinya. Orang yang selama ini membuatku melupakan henri memanglah Gheo. Aku selalu memikirkannya setiap hari. Senyumnya, keketus-annya, wajahnya, matanya, semua membuat hidupku tenang dan jantungku berdegup kencang. I love you Gheo.